Rabu, 28 November 2012


Apalah Arti Menuggu...


Oleh: Nining suarsini juhry
 - Genap sudah dua tahun emily menunggu kedatangan sang kekasih yang serasa membawa ketidakpastian buatnya. Tanpa rasa lelah dan bosan emily tetap saja setia menunggunya. Ricky Kekasih yang di pacarinya sejak kelas 1 smu ini merupakan cinta pertamanya. Setelah lulus smu ricky memilih pindah ke perth mengikuti orang tuanya. Emily cewek yang baik dan tulus merelakan semua itu, dan rela menjalani pacaran jarak jauh (LDR). Ldr pertama yang mereka jalani masih berjalan mulus dan baik-baik saja tetapi sebulan setelah itu tiba-tiba saja ricky mengilang bagaikan di telan bumi. Dia sulit sekali untuk di hubungi, bahkan di jejaring sosial pun (FB) dia off. Ada apa dengan ricky ?? pekik emily dalam hati pada saat itu.

Cerpen Romantis Sedih


Hari demi hari pertanyaan-pertanyaan di benak emily tentang perubahan ricky muncul satu persatu. bayang-bayang itu terus saja menghantui fikirannya. Semenjak loss contect hari-hari emily serasa kurang berwarna. Hanya ricky yang bisa membuatnya tersenyum setelah almarhum mamanya. Dia sosok laki-laki yang sangat sempurnah di matanya, bukan karena fisiknya, melainkan ketulusan hati yang di milikinya. Dia sangat menghargai orang khususnya perempuan, dia tidak pernah memandang orang sebelah mata terutama dirinya seorang gadis biasa yang di tinggal kedua orang tuanya. Dunia emily serasa berubah, senyum ceria itu tidak lagi tampak di wajahnya. Hari-harinya begitu hampa. Dia ingat pesan terakhir yang di sampaikan ricky bahwa dia akan datang di saat ulang tahunnya, tunggu aku di atas menara, kita akan meneropongi bintang-bintang lagi, Ucapnya.

Emily selalu berharap dan yakin kalau ricky betul-betul akan menepati janjinya dan akan menemuinya. Tepat di hari ulang tahunnya, sesuai janji ricky emily sudah bersiap di atas menara dengan teropong bintangnya. Hari ini dia terlihat cerah ceriah menunggu kedatangan laki-laki yang sangat di sayanginya itu. Detik, menit dan jam pun berlalu, tak sedikitpun tanda-tanda kedatangan ricky. Semuanya menorehkan kekecewaan yang amat sangat mendalam bagi emily. Tak terasa titik-titik air matanya pun jatuh membasahi pipihnya. Hari ulang tahunnya kali ini di hisai dengan tangis kekecewaan.

“kamu di mana rick ??, pliss datang dan temui aku di sini. Aku di sini menunggumu aku sangat merindukanmu. Tolong jangan jadikan penantian panjang ku ini sia-sia”. Ucapnya sambil terisak-isak. Dengan langkah gontai dan perasaan yang amat kecewa akhirnya emily pulang meninggalkan tempat yang menjadi kenangannya bersama ricky.

Setahun telah berlalu, dan setahun itu pula emily berusaha melupakan bayang-bayang dan kenangan-kenangannya bersama ricky. Meskipun sulit tapi ini harus ia lakukan agar tidak menambah beban kekecewaan di hatinya. Apalah arti menunggu jika sesorang yang kita harapkan kedatangannya itu tidak lagi mencintai dan memikirkan kita. Ucapnya dalam hati. Dia sudah merelakan semuanya, mungkin ini adalah pelajaran hidup buatnya dan mungkin ricky sudah tidak di takdirkan tuhan untuk jadi miliknya lagi. Tapi semua kebaikan ricky tidak akan pernah ia lupakan. Jangan lihat ke belakang tapi lihatlah ke depan. Perjalanan masih panjang dan dia harus memulai lembaran baru lagi. Tak terasa air matanya menetes lagi ketika melihat fotonya bersama ricky yang sedang meneropong bintang. Memang harus di akui, melupakan seseorang yang sangat kita cintai itu sangat sulit dari membalikkan telapak tangan. Apalagi orang itu sudah sangat menorehkan kebaikan bagi kita. Tapi kembali lagi, setiap pertemuan pasti ada perpisahan.

Lamunan emily tiba-tiba buyar setelah kedatangan tukang pos. Sepucuk surat serta sekotak kado sudah berada di tangannya. Dengan hati yang sedikit deg-degan akhirnya emily membuka dan membaca isi suratnya. Air matanya lagi-lagi mengalir setelah membaca isi surat itu. Ternyata surat itu dari ricky dan isinya membahas tentang mengapa dirinya tiba-tiba menghilang. Ricky menghilang bukan karena ingin meninggalkan emily, melainkan dia harus melakukan suatu perbuatan yang sangat membuatnya dilema. Seorang gadis bernama cery anak teman ayahnya sekaligus teman kecil ricky menderita penyakit kanker darah. Umurnya tidak lama lagi. Tetapi sebelum meninggal dia ingin menikahi orang yang sangat dia cintai yaitu ricky. Ricky di hadapkan pada sebuah kedilemaan yang cukup berat.

Menikahi cery sama saja menghancurkan hati emily dan tidak menikahi cery berarti dia mebuat sebuah keputusan egois. Akhirnya mau tidak mau ricky menikahi cery. Setalah dua bulan pernikan cery dan ricky akhirnya cery pun meninggal dunia. Tetapi sebelum meninggal dia tak lupa menitip salam kepada emily dan memberikan sebuah boneka yang berbentuk bintang kesayangannya. Emily adalah cinta sejatimu dan kamu harus mempertahankannya. Begitulah kata-ata terakhir yang di ucapkan cery sebelum dia pergi.

Tak ada yang bisa emily perbuat kecuali menangis. Di bukanya kotak kado itu, ternyata isinya adalah boneka berbentuk bintang dan selembar foto. Di dalam foto itu terlihat ceri yang sedang duduk di kursi roda sambil memegang boneka bintang. Seketika ada ketenangan yang di rasakan emily.
Aku tak akan menunggumu rick, apalah arti aku menunggumu di dalam sebuah ketidak pastian. Biarkanlah berjalan dengan sendirinya dan biarkanlah waktu yang menunggumu. Tapi aku akan tetap menyayangimu sampai waktu dan keadaan yang akan menyatukan kita lagi.
*****

"Kenangan yang Hilang"



Hujan turun saat aku sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku duduk di kursi tunggu, menunggu Papa menjemputku. Sekitar sejam lebih aku menunggu. Aku juga tampak bosan. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan keliling Bandara. Saat akan berdiri, tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku langsung berbalik badan. Kulihat lelaki seumuran denganku tersenyum ramah kepadaku. “Mbak Vega ya?” tanyanya ramah. Kemudian aku mengangguk menjawab pertanyaan itu. “Saya supirnya Pak Broto, maaf lama menunggu, Jakarta macet, Mbak. Mari saya anter ke mobil” ucapnya lagi. Kemudian lelaki itu berjalan duluan kearah parkiran diikuti denganku.

Sesampainya di rumah, Mama dan Papa menyambutku dengan gembira. Bukannya aku tidak senang, tapi kali ini aku benar-benar capek. Perjalanan Amerika-Jakarta cukup membuatku lelah. Duduk berjam-jam membuatku ingin segera berbaring di kamar. Mama dan Papa mengerti dan segera mengantarku ke kamar tidurku dulu. Kemudian mereka segera pergi dan menyuruhku istirahat penuh. Kulihat kamarku ini tidak berubah. Hanya sprainya saja yang berubah warna. Tiba-tiba, aku ingat lagi wajah lelaki yang mengaku supir Papa itu. Umurnya padahal sama denganku, tapi kenapa dia malah bekerja? Apa dia tidak kuliah? Tapi kenapa? Apa dia tidak punya uang?, aku terus bertanya-tanya dalam hati.

Tiba-tiba saja aku melihat lelaki itu dari dalam kamar. dia sedang ada di halaman samping rumahku. Tawa lelaki itu... mengingatkanku pada seseorang saat kecil dulu. Tapi siapa? Apa mungkin aku saja yang terlalru berlebihan? Kenapa juga aku melihat lelaki itu? Tidak menarik sama sekali! Ucapku dalam hati. Kemudian aku menutup gorden jendela kamarku dan berbaring di kasurku yang empuk. Tiga bulan lagi aku akan kembali ke Amerika. Hemm, waktu itu terasa sangat singkat. Aku masih kangen sekali dengan Indonesia. Aku pun memejamkan mata dan tidur.

Dua bulan berlalu dengan begitu cepat. Aku dan supirku, yang bernama Roni, kini juga semakin dekat. Ternyata Roni ini orang yang sangat asik untuk diajak ngobrol. Dia berilmu pengetahuan yang luas. Bahkan ada yang aku tidak tahu, tapi dia tau. Semakin lama aku mengenalnya, semakin nyaman aku ada disampingnya. Setiap dekat Roni, aku merasa memang sudah kenal dekat dengannya. Sampai akhirnya, aku tahu bahwa aku jatuh cinta pada supirku sendiri. Tapi aku merasa aku tidak salah menyukainya. Karena aku selalu merasa dekat dengannya dari dulu. Jauh sebelum aku di Amerika. Ada apa ini?

Hingga malam itu, Roni pamit pulang kampung karena ibunya sakit keras. Karena bosan di rumah, akhirnya aku meminta orangtuaku mengijinkan aku ikut dengan Roni ke kampungnya. Aku ingin menikmatik pemandangan disana. Karena Roni bilang, di kampungnya masih banyak hamparan sawah. Tadinya Mama tidak mengijinkanku. Dia takut aku kenapa-napa. Tapi, setelah aku bilang Roni akan menjagaku, akhirnya Mama setuju. Aku pun akhirnya ikut Roni ke kampungnya.

, tapi ak

Sekitar jam lima pagi aku sudah sampai dikampungnya Roni. Baru jam lima saja, banyak penduduk yang sudah beraktifitas. Kebanyakan petani sudah mulai turun ke sawah. Benar sekali. Kampung Roni benar-benar indah pemandangannya. Mataku ini disajikan pemandangan alam yang luar biasa. Tiba-tiba aku teringat, sepertinya dulu aku pernah melihat pemandangan seperti ini. Setelah kupikir-pikir, mungkin itu hanya bayanganku saja.

Rumah Roni, sama dengan rumah penduduk lainnya. Tidak kecil dan tidak besar. Saat disuruh menemui ibunya, aku lebih memilih untuk duduk di teras rumahnya. Adik perempuan Roni segera membuatkan minuman untukku.

“Mbak ini siapa?” tanya adik Roni itu. “Saya majikannya Roni”jawabku ramah. Adik Roni hanya berOh kemudian masuk ke dalam rumahnya. Roni bilang hanya seminggu kita disini. Sebenarnya, aku ingin sekali berlama-lama disini tapi, itu tidak mungkin. Roni tidak bisa meninggalkan kuliah dan pekerjaannya. Aku juga tidak mungkin meninggalkan Mama dan Papa. Tujuanku kembali ke Indonesia kan bukan untuk ini. tujuanku untuk oragtuaku. Tapi sekarang, aku malah meninggalkan mereka lagi. Tapi tidak apa-apa, walau begitu aku senang berada di kampung Roni ini.

Setelah beberapa hari disini, aku jadi semakin akrab dengan Roni. Dia mengajakku bertani, mengambil air di sumur, memeras susu sapi dan lain-lain. Aku juga semakin terbiasa dengan pekerjaan itu. Melihat Roni.. aku kembali melihat masa kecilku yang.. aku juga sebenarnya tidak ingat dengan masa kecilku dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak asing lagi dengan semua ini. Roni, ibunya, kampung ini, kegiatan-kegiatan ini.. benar-benar tidak asing bagiku. Aku sendiri juga bingung dengan apa yang kurasakan. Apa sebenarnya ini? tanyaku dalam hati.

Sekarang adalah hari terakhirku dan Roni ada di kampung ini. malamnya, Roni mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu.. juga tidak asing bagiku. Danau dengan berjuta kunang-kunang ini, sangat jarang ditemukan di Jakarta. Malah aku yakin, tidak ada tempat seindah ini di Jakarta. Kemudian Roni membawaku ke sebuah pohon yang besar. Pohonnya terlihat sudah berumur. Disana ada tulisan Roni Dan Vega Forever. Aku terkejut dengan ukiran tulisan itu. Aku tidak pernah mengukir nama itu di pohon. Sama sekali tidak pernah. Tapi, kenapa ada tulisan itu? Namaku dan Roni? Ada apa sebenarnya ini?

Kemudian Roni mengajakku duduk di sebuah batu besar. Roni memulai percakapan.

“Kamu tau kenapa ada tulisan nama kita di pohon itu?”tanyanya sambil menunjuk kearah pohon besar tadi. Aku hanya menggeleng bingung.

“Dulu.. waktu kita kecil, kamu pernah tinggal disini. Pak Broto adalah juragan sawah disini. Sawah yang kamu liat itu.. sebenarnya kebanyakan punya kamu. Saat kamu SMA, kamu dan keluargamu pindah ke Jakarta. Mungkin Pak Broto ingin anak semata wayangnya ini sekolah sebaik mungkin. Makanya dia pndah ke Jakarta” jelas Roni. Aku semakin bingung dengan penjelasan Roni.

“Waktu kita SMP, kita ngukir nama kita di pohon itu. Dan di tempat inilah pertama kita bertemu dan berpisah. Aku yakin, aku mikir kampung ini tidak asing lagi bagi kamu kan? Karena kamu pernah ada disini” sambung Roni. Aku hanya menganga kaget mendengar ucapan Roni.

“Tapi, kenapa aku nggak bisa nginet masa kecil itu? Kampung ini emang nggak asing lagi bagi aku, tapi aku nggak bisa inget tempat ini, Ron” tanyaku bingung pada Roni. Roni tersenyum padaku.

“Waktu kita kelas tiga SMP, sesuatu terjadi sama kamu. Kamu kecelakaan dan dokter bilang, kamu nggak bisa nginget masa yang udah dulu banget. Aku sedih banget, Ga. Karena aku itu kan masa lalu kamu dulu. Apalagi saat aku tau ternyata kamu sekolah di Amerika. Saat itu.. aku bener-bener ngerasa kehilangan kamu. Sampai akhirnya aku ke Jakarta dan kerja di rumah kamu. Disana aku selalu liat foto-foto kecil kamu. Mama kamu juga majang foto saat kita berdua. Kita berpelukan sambil tertawa. Kita bahagia waktu itu” jawab Roni tersenyum bahagia.

Aku mulai ngerti dengan semua ini. roni.. pantes saja aku sudah tidak asing lagi dengannya. Ternyata.. dialah teman baikku sejak kecil. Kemudian aku tertawa. Mengingat betapa culunnya pasti aku saat mengukir tulisan di pohon itu. Kita berdua masih belum mengerti sama sekali apa arti tulisan itu.

“Setelah pindah, aku juga ngerasa ada yang hilang, Ron. Sampe sekarang pun, aku nggak pernah pacaran sama orang lain. Karena aku belum nemuin cinta aku. Tapi... setelah dekat kamu, ternyata aku nyaman. Dan ternyata.. kamu cinta aku, Ron” ucapku malu-malu. Kemudian Roni memelukku. Pertama aku kaget dengan pelukan itu. Tapi, pelukan itu yang selama ini aku nantikan.

Dua bulan lebih, aku berada di Jakarta. Setelah pulang dari kampung, aku menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Mereka berterima kasih pada Roni karena telah mengingat kembali masa yang telah hilang dari ingatanku. Akhirnya mereka bersedia menanggung biaya kuliah Roni dan menyuruh Roni fokus pada kuliahnya saja. Biaya berobat ibuya juga ditanggung denga orangtuaku. Aku dan Roni juga semakin dekat.

Hingga akhirnya, aku harus kembali ke Amerika. Sedih hatiku meninggalkan semuanya termasuk Roni. Sahabat baikku dari kecil itu... aku harus meninggalkannya. Tiba-tiba aku merasa separuh hatiku hilang lagi. Meninggalkan Roni.. bukan ini yang ku mau. Tapi apa dayaku? Meninggalkannya memang sudah harus kulakukan. Aku sendiri yang meminta meneruskan study di Amerika.

Roni dan kedua orangtuaku mengantar aku sampai Bandara Soekarno Hatta tempat pertama kali aku bertemu Roni dulu. Tangisan sudah pasti menghiasi suasana hari itu. Aku juga memeluk Roni. Aku benar-benar tidak ingin berpisah darinya. Tapi.. yasudahlah.

“Nanti kita ketemu lagi kan?” tanyaku pada Roni.

“Pasti! Aku janji sama kamu, aku nggak akan khianati cinta kita berdua” jawab Roni sambil membelai rambutku. Kemudian aku memeluk Roni lagi. Maaf Roni, untuk ingatan lupaku padamu dulu, ucapku dalam hati sambil menitikkan air mata.

Dua tahun di Amerika, aku jadi benar-benar kangen sama Roni. Kira-kira sedang apa dia disana? Akhirnya aku putuskan untuk menulis surat padanya. Berharap dia akan cepat membalas surat kangenku ini padanya.

Dear My Love,

Roni

Kamu apa kabar disana? Aku harap kamu baik-baik aja ya.

Ron, sumpah aku kangen banget sama kamu. Aku harus nunggu dua tahun lagi supaya bisa ketemu kamu, Ron. Kamu belum ingkarin janji kamu kan? Janji yang bilang kamu nggak akan khianati cinta kita. Aku disini akan selalu sabar nunggu waktunya tiba. walaupun, saat awan disini kelabu dan disana terang, aku pasti akan selalu ingat kamu. Dan walaupun tanah yang kita pijak berbeda, kita akan tetap bersama kan?

I miss you so Roni. Jaga kedua orangtuaku ya.

Love you

Vega

And I
I want to share
All my love with you
No one else will do…
And your eyes
They tell me how much you care
You will always be
My endless love..

Glee-My Endless love


Selasa, 27 November 2012


The Christmas Story



The Christmas Story of the Birth of Jesus - Paraphrased from the Bible:

This Christmas story gives a biblical account of the events surrounding the birth of Jesus Christ. The Christmas story is paraphrased from the New Testament books of Matthew and Lukein the Bible.


The Conception of Jesus Foretold

Mary, a virgin, was living in Galilee of Nazareth and was engaged to be married to Joseph, a Jewish carpenter. An angel visited her and explained to her that she would conceive a son by the power of theHoly Spirit. She would carry and give birth to this child and she would name him Jesus.
At first Mary was afraid and troubled by the angel's words. Being a virgin, Mary questioned the angel, "How will this be?" The angel explained that the child would be God's own Son and, therefore, "nothing is impossible with God." Humbled and in awe, Mary believed the angel of the Lord and rejoiced in God her Savior.
Surely Mary reflected with wonder on the words found in Isaiah 7:14 foretelling this event, "Therefore the Lord himself will give you a sign: The virgin will be with child and will give birth to a son, and will call him Immanuel." (NIV)


The Birth of Jesus:

While Mary was still engaged to Joseph, she miraculously became pregnant through the Holy Spirit, as foretold to her by the angel. When Mary told Joseph she was pregnant, he had every right to feel disgraced. He knew the child was not his own, and Mary's apparent unfaithfulness carried a grave social stigma. Joseph not only had the right to divorce Mary, under Jewish law she could be put to death by stoning.
Although Joseph's initial reaction was to break the engagement, the appropriate thing for a righteous man to do, he treated Mary with extreme kindness. He did not want to cause her further shame, so he decided to act quietly. But God sent an angel to Joseph in a dream to verify Mary's story and reassure him that his marriage to her was God's will. The angel explained that the child within Mary was conceived by the Holy Spirit, that his name would be Jesus and that he was the Messiah, God with us.
When Joseph woke from his dream, he willingly obeyed God and took Mary home to be his wife, in spite of the public humiliation he would face. Perhaps this noble quality is one of the reasons God chose him to be the Messiah's earthly father.
Joseph too must have wondered in awe as he remembered the words found in Isaiah 7:14, "Therefore the Lord himself will give you a sign: The virgin will be with child and will give birth to a son, and will call him Immanuel." (NIV)
At that time, Caesar Augustus decreed that a census be taken, and every person in the entire Roman world had to go to his own town to register. Joseph, being of the line of David, was required to go to Bethlehem to register with Mary. While in Bethlehem, Mary gave birth to Jesus. Probably due to the census, the inn was too crowded, and Mary gave birth in a crude stable. She wrapped the baby in cloths and placed him in a manger.


The Shepherd's Worship the Savior:

Out in the fields, an angel of the Lord appeared to the shepherds who were tending their flocks of sheep by night. The angel announced that the Savior had been born in the town of David. Suddenly a great host of heavenly beings appeared with the angels and began singing praises to God. As the angelic beings departed, the shepherds decided to travel to Bethlehem and see the Christ-child.
There they found Mary, Joseph and the baby, in the stable. After their visit, they began to spread the word about this amazing child and everything the angel had said about him. They went on their way still praising and glorifying God. But Mary kept quiet, treasuring their words and pondering them in her heart. It must have been beyond her ability to grasp, that sleeping in her arms—the tender child she had just borne—was the Savior of the world.



The Magi Bring Gifts:

After Jesus' birth, Herod was king of Judea. At this time wise men (Magi) from the east saw a star, they came in search, knowing the star signified the birth of the king of the Jews. The wise men came to the Jewish rulers in Jerusalem and asked where the Christ was to be born. The rulers explained, "In Bethlehem in Judea," referring to Micah 5:2Herod secretly met with the Magi and asked them to report back after they had found the child. Herod told the Magi that he too wanted to go and worship the babe. But secretly Herod was plotting to kill the child.
So the wise men continued to follow the star in search of the new born king and found Jesus with his mother in Bethlehem. (Most likely Jesus was already two years of age by this time.) They bowed and worshipped him, offering treasures of gold, incense, and myrrh. When they left, they did not return to Herod. They had been warned in a dream of his plot to destroy the child.

SUMMER HOLIDAY
Karya Cyintia K

Libur semester ganjil telah tiba. Semua siswa dan guru bergembira, termasuk gank F4 Boys. F4 Boys adalah kumpulan empat orang cowok paling keren di Smanda, dan pada liburan kali ini, mereka berencana akan berwisata ke Jakarta sekalian menghabiskan liburan selama dua minggu disana. Meski begitu, uang yang diperoleh untuk membeli tiket dan uang konsumsi selama disana bukan seratus persen dari orangtua mereka, lho. Yap, selama kurang lebih enam bulan ini mereka mencari uang tambahan demi acara ‘summer holiday’, berhubung liburan kali ini sedang musim kemarau, jadi biar rada kerenan dikit, mereka memberi tema itu deh! ‘Summer holiday at Batavia’. Kali ini juga ada yang beda, karena F4 Boys dikawal oleh Rahmat, ketua Rohis Smanda. Yah, itung-itung sekalian jadi bodyguard mereka dan ada yang mengingatkan bila mereka lupa sholat:D. Rahmat memperoleh uang dari hasil mengerjakan tugas makalah Bahasa Inggris teman-teman sekelasnya, tak tanggung-tanggung upah yang dipatoknya berkisar antara seratus hingga dua ratus ribu per orang. Anehnya, teman-temannya percaya aja dan akhirnya Rahmat dipercayakan oleh lima orang siswa untuk mengerjakan tugas itu. Lain lagi halnya dengan Reko. Cowok imut yang satu ini mencari penghasilan tambahan dengan membuka les privat khusus untuk siswa SD dan SMP di rumah kost-nya. Alhamdulillah ia berhasil dipercaya sebanyak tiga orang siswa SMP 3 yang kebetulan juga ngekos didekat rumah kostnya. Lain Reko, lain lagi halnya dengan ketua gank F4 Boys. Azzam mengumpulkan dana dari hasil bisnis pulsa DBS nya yang berjalan sangat lancar, plus hasil untung berbisnis T-Shirt for men only di distro miliknya, ditambah lagi dengan hasil upah mengerjakan PR Matematika teman-teman sekelas yang berjumlah delapan orang. Yah, emang sih hasil yang didapat nggak seberapa, tapi cukuplah untuk menambah uang akomodasi tiket dan konsumsi selama liburan. Sementara itu, Ujang dan Jerry kompakan berbisnis ombus-ombus dan lemang tapai di sekolah. Lagi-lagi, memang hasil yang diperoleh nggak seberapa, tetapi lumayan untuk menambah biaya beli tiket Pekanbaru-Jakarta-Pekanbaru. Kalo masih kurang juga, baru deh minta tambahan dari orangtua masing-masing. Eit, jangan kira mereka berlima pergi dengan bus atau travel agent gitu, yah. Sejak jauh-jauh hari mereka sudah membooking tiket pesawat (yah, walaupun tiket non-online, abisnya belum punya kartu kredit dan ATM).

Hari ini adalah liburan hari pertama. Azzam celingukan menunggu seseorang didepan bandara Sultan Syarif Qasim II. Setengah jam lagi mereka harus berangkat, tetapi yang ditunggu belum juga datang. Azzam merasa perutnya keroncongan, tetapi ditahannya demi kesetiakawanan. Disaat sedang bingung, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
“Assalamu’alaikum,”

Azzam menoleh,”Wa alaikumsalam, Mat. Kok baru datang?”
“Sori bro, jalanan macet. Kagak tau gue ntah kenapa Pekanbaru sekarang jadi macet banget. By the way, yang lain mana, Azzam?” tanya Rahmat, ikut-ikut celingukan.
Azzam mendengus sebal,”Gak tau. Dasar manusia jam karet! Udah jam berapa nih, kan kita harus check-in dulu,”
Rahmat mengerti maksud Azzam. Ia berusaha menenangkan,”Yah, kalo gitu lo check-in duluan aja, Azzam. Biar gue yang nungguin mereka. Ntar kami nyusul,”

Azzam keberatan masuk kedalam sendirian,”Ogah ah, males gue. Gue telepon Ujang dan yang lain dulu, ya,” ia lalu mengeluarkan iPhone 3GS miliknya. Sesaat kemudian ia telah tersambung ke nomor seluler Ujang.
“Iya, Azzam. Tungguin gue, lagi macet nih. Ada si Komo sama Teletubbies lewat,” Ujang menjelaskan.
“Udah dijalan mana, Jang?”
“Udah lumayan deket nih. Gue lagi di Sudirman. Deket MTQ,” Ujang terdengar menjawab sambil mengunyah keripik, mungkin sejenis keripik singkong.
“Hmpfff…, lama banget sih? Ya udah gue check-in dulu, ya. Ntar lo nyusul aja ke dalam. Assalamu’alaikum,” Azzam menutup pembicaraan.
“Dimana yang lain, Azzam?” tanya Rahmat, sepertinya juga sudah tidak sabaran ingin segera masuk kedalam bandara.
“Masih dijalan. Oya, Mat, tolong telponin Reko dong, gue telponin Jerry. Ok?”
“Sip,” Rahmat meraih ponselnya dan mulai menghubungi Reko. Ternyata Reko sudah hampir sampai. Rahmat menutup gagang ponselnya.
“Check-in dulu, yuk!” ajak Azzam seraya mearik tangan Rahmat.
“Oi, tungguin gue!” seru seseorang yang mereka kenali suaranya. Jerry menghamipiri dari arah yang berlawanan dengan mereka berdua.
“Dari mana aja, Jer? Kita udah lama nungguin elo….,” jelas Azzam.
“Sori, bro. Gue tadi abis bantuin Opung masak nasi goreng,” jelas Jerry. Rahmat menggelengkan kepala,”udah tau mau berangkat. Eh, elo nya malah masak nasi dulu. Ya udah masuk kedalam yuk!” ajaknya. Mereka bertiga lalu masuk setelah melewatkan koper mereka kedalam peralatan pemeriksa barang. Setelah itu, Azzam langsung menuju konter untuk menunjukkan tiket mereka. Jerry dan Rahmat dengan sabar menunggu. Tak lama kemudian Ujang dan Reko muncul. Mereka berlima lalu menaiki lantai atas menuju ruang tunggu.
“Gak nyangka, yah, Zam? Akhirnya kita bisa liburan kayak gini. Kayak di buku cerita karangan Enid Babon aja,” ujar Ujang.
“Hus! Ngawur! Yang bener tuh Enid Blyton. Kalo dia denger ntar lo dimarahin ama dia dari kuburan!” Jerry protes.
“Lha? Emang dia udah meninggal, yah?” tanya Ujang lagi. Jerry hanya diam menatap sahabatnya yang ‘tragis’.
“Ya…, ini kan belum seberapa dibanding pengorbanan kalian selama satu semester ini,” jelas Azzam, matanya lurus menghadap kearah jendela. Diluar beberapa pesawat terlihat memarkirkan dirinya, sementara itu pesawat Lion Air yang menuju Medan bersiap-siap hendak take-off.
Azzam lalu melihat arlojinya. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas,“Gue laper. Makan dulu, yuk!”
“Tapi kan lima belas menit lagi kita take-off?” Ujang mengingatkan.
“Kagak. Pesawatnya delay. Kita berangkat ntar jam dua,” Azzam menunjuk ke televisi yang dipajang didekat jendela.
“Yah…, tau gini mendingan gue makan nasi goreng Opung gue dulu,” Jerry menepuk jidatnya, yang membuat Azzam menoleh kearahnya,”Ya udah sini gue yang traktir kalian makan,”

Azzam menggandeng keempat sohibnya ke salah satu kantin. Berhubung uangnya yang agak limited, Azzam hanya memesan dan membayar air mineral sebanyak lima botol.
“Loh? Kok aer doang? Katanya lo laper?” tanya Jerry, heran.
“Gue baru inget. Biasanya kalo delay ntar kita dikasih makan ama pihak maskapai penerbangan,” jelas Azzam, yang diikuti acara manggut-manggut oleh keempat sohibnya.
Jerry celingukan keluar kantin, melihat kearah mereka duduk tadi,”ngapain tuh rame-rame, Zam?” tunjuknya.
Azzam melihat kearah yang ditunjuk Jerry,”Oh, itu…, ng…, pembagian sembako..., eh, pembagian makan siang! Cepetan kesana!” perintah Azzam yang diikuti oleh keempat anak buahnya.
“Jang, lo aja deh yang kesono. Minta lima kotak, yah?” pinta Jerry sambil menepuk pundak Ujang.
“Hah? Gue?” tanya Ujang, bengong.
“Iya, elo. Sono, gih!” pinta Jerry lagi. Sesaat kemudian Ujang tiba membawa lima kotak makanan, dan alangkah kagetnya mereka ketika mengetahui bahwa isi kotak itu hanyalah dua buah kue plus air mineral.
“Bro…, gue…, laper banget….,” desis Ujang pelan.
^_^ ^_^ ^_^

Jam menunjukkan pukul 15.30 saat gank F4 Boys plus Rahmat mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Pesawat Air Asia yang ditumpanginya mendarat dengan selamat meskipun tadi mereka sempat khawatir karena cuaca yang kurang bersahabat. Mereka pun tadi harus berjuang memperoleh tempat duduk yang PeWe, maklumlah kan Air Asia tiket yang paling murah dan tidak disediakan nomor kursi penumpang. Setelah mengambil koper mereka di bagasi, kelima cowok itu lalu mencari taksi. Mereka akan menuju ke hotel terdekat.
“Gimana kalo ke hotel Grand Ancol aja? Biar lebih deket ke Dufan, gitu?” usul Ujang yang disambut hangat oleh Jerry,”Wah, tumben otak lo encer, Jang! Ok deh, gimana kalo kita nginep disana aja? Setuju?” tanya Jerry yang disanggupi sahabatnya. Ujang lalu melakukan tawar-menawar dengan salah seorang sopir taksi. Lalu mereka menaiki taksi itu.
“Gimana kalo kita ke Dufan aja langsung?” tanya Ujang.
“Gile aje, lo, Jang. Kayaknya Dufan udah tutup deh. Gimana kalo besok?” usul Rahmat,”lagian kalian belum sholat Ashar, kan?”
F4 Boys menepuk jidat mereka,”Astaghirullah, iya, ampir aje lupa,”
“Hmm., kalo gitu kita ke hotel dulu, abis itu jangan lupa sholat Ashar,” Rahmat mengingatkan lagi, yang disambut kata,”Iya, ustadz,” oleh Ujang.
^_^ ^_^ ^_^

Keesokan harinya sekitar jam 9 pagi, rombongan Rahmat and the gank buru-buru keluar hotel dan menyetop sebuah taksi untuk mengantar mereka ke Dufan. Yap, apalagi tujuan mereka jika bukan pergi berlibur kesana. Sesampainya di tujuan dan setelah mengecap tangan dengan logo Dufan, mereka disambut oleh badut singa berhidung mancung yang sedang asyik berjoget.
“Psst…, sekilas mirip banget ama lo, Jang,” bisik Jerry pada Ujang. Ujang manyun, ia yang rada-rada parno sama badut buru-buru menghindar dari tempat itu.
“Guys, kita ke istana boneka dulu, yok…?” ajak Ujang. Teman-temannya tertawa,”Parah lo, Jang. Masa’ lo kayak mental tempe gitu, sih?” ledek Azzam,”mending kita main yang itu aja tuh,” Azzam menunjuk permainan Kora-Kora, sebuah ayunan raksasa berbentuk perahu yang diayunkan hingga kira-kira setinggi lima meter. Tampak para penumpang Kora-Kora yang histeris ketika ayunan itu sampai di puncak. Ujang bergidik,”Ogah, ah. Kalian aja yang maen sana. Gue ogah!”
Jerry memandang Ujang dengan sudut matanya,”Yeee, cemen. Mending lo naik roller coaster atau Tornado itu tuh, yang di iklanin di teve itu,” saran Jerry. Rahmat menengahi,”Ya udah, daripada ribut gak jelas, gimana kalo kita ke Rumah Sesat? Yah itung-itung untuk pemanasan aja dulu? Gimana?” usulnya, yang diikuti anggukan setuju sahabatnya.
Mereka lalu bergandengan menuju rumah sesat itu. Ujang and the gank kebingungan mencari jalan keluar, memasuki rumah itu serasa berada di film Harry Potter and the Goblet of Fire yang harus menemukan jalan keluar dari labirin raksasa untuk meraih piala api. Bedanya, kalo di film Harry Potter, labirinnya terbuat dari tanaman raksasa yang bisa memakan apa saja. Sedangkan di Dufan hanya labirin biasa yang terbuat dari kayu.
“Kayaknya sih kesini nih…,” Ujang mengikuti intuisinya.
“Bukan kesitu! Itu mah buntu! Yang bener kesini nih….,” Reko mengusulkan yang diikuti oleh personil Boys lainnya.
“Ogah! Gue mau kesini aja,” Ujang akhirnya nekat pergi memilih jalan pilihannya sendirian. Ia baru agak bingung ketika ia menemukan jalan buntu, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Sementara keempat sahabatnya sudah menemukan jalan keluar. Saat tiba diluar, Jerry bertanya dengan perasaan cemas,”Ujang…., Ujang mana????”
***

Ujang berharap ada seseorang diluar sana yang menemukannya karena ia sangat ketakutan. Ia telah berusaha menemukan jalan keluar dari rumah sesat itu, tapi selalu saja buntu. Didalam hati Ujang menyesali keputusan yang dibuatnya tadi, kalau saja ia menuruti Reko dan menghilangkan sedikit sifat idealisnya, mungkin saja hal konyol seperti ini tidak terjadi.
“Tolong….,” desis Ujang dalam hati, ia sudah lelah mencari jalan keluar namun selalu saja terhalang oleh tembok-tembok labirin didalam rumah sesat itu. Ujang mengutuk permainan labirin itu,”Tau bantuak iko mending awak ikuik gaek pai ka Lobang Jepang ajo di Bukittinggi lai, indak akan bantuak iko jadinyo dow, huh!” Ujang ngedumel dalam bahasa Perancis dan menendang tembok-tembok rumah itu. Ia menahan perutnya yang berbunyi kukuruyuk, padahal jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya Ujang hanya terduduk sembari menunggu ada seseorang yang menyelamatkan dirinya.
“Ujaaanggg…! Lo dimana…?” panggil seseorang yang dikenali olehnya sebagai suara Jerry. Ya, mungkin sepertinya itu suara spregen senasib seperjuangannya. Ujang bersiap-siap memasang tampang memelas,”Bro…, gue disini…,” sahut Ujang dengan suara yang memprihatinkan dan untung saja Jerry yang berada tepat dibalik tembok mendengarnya,”Jang…, lo disitu yah? Tungguin gue ya!” Jerry lalu terburu-buru mencari jalan menuju ke tembok diselebelahnya.
“Ya Tuhan! Kenapa sih lo Jang? Bikin gue cemas aja!” omel Jerry setibanya ditempat Ujang yang terduduk lemas.
“Gue kirain gue bakalan ditinggal sendirian disini…, emangnya lo merhatiin gue, Jer? Kok lo kayaknya perhatian banget sama gue?” tanya Ujang ke-GR-an. Jerry mendengus,”Yah, maksudnya kita semua, gitu. Lo gak mikir apa kalau kita-kita tuh dari tadi baru aja nyadar kalo lo tersesat! Lagian lo sih, idealis banget!”
Ujang menggaruki kepalanya sambil cengengesan,”kalau idealis dalam berprinsip kan gak apa-apa, Jer,”
“Iya, tapi kali ini kita lagi main, lagi seneng-seneng! Ya udah cabut yuk! Yang lain udah nunggu diluar,” Jerry memotong pembicaraan. Mereka berdua menghampiri teman-teman yang lain yang sedang menunggu diluar.
“Ujang! Lo kemana aja tadi?” tanya Rahmat menahan tawanya, didalam hati ia prihatin kepada salah seorang sohibnya yang selalu mengalami ‘unpredicted situation’. Ujang hanya manyun melihat ganknya menertawakannya. Rahmat yang prihatin lalu berinisiatif mengajak mereka melanjutkan permainan berikutnya.
“Jang, lo mau ikut?” ajak Rahmat, lagi-lagi masih menahan tawanya. Ujang masih manyun,”Ogah! Gue mau disini aja. Siapa tau ketemu bule,” Ujang menolak tawaran itu.

Jerry berdecak kagum,“Ckckck.... Lantaran mau ketemu bule aja, langsung dah!” Jerry mengalihkan pandangannya ke permainan komidi putar. Tampak dua orang bule wanitamelewati tempat mereka berdiri, yang satu memakai tanktop berwarna pink yang dipadu blazer dan rok mini berwarna putih serta berambut pirang panjang, sementara yang satu lagi memakai T-Shirt abu-abu dan celana jeans serta berambut pendek kemerahan. Jerry melihat Ujang speechless memandangi si bule.
“Miss…, miss….! Wait for me….!” Ujang lalu berlari menghampiri kedua cewek bule itu. Otomatis keduanya berhenti dan menoleh dengan tampang penuh tanda tanya,”yes, please?”
“Ng.., I.., I want to photo bareng…,” Ujang berpikir mengenai kata-kata yang pas agar kedua cewek itu paham maksud perkataannya.
“Sorry, Miss, my friend wants to take some photos together with you,” Azzam tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Ujang dan menjelaskan.
Salah seorang cewek yang berambut pirang panjang tersenyum dan kelihatannya tidak keberatan,”Ok. No problem,” jawab cewek pirang. Lalu kedua cewek itu lalu mengambil posisi dengan mengapit Ujang ditengah-tengah. Ujang mulai terbuai, ia memilih pose paling keren, nyengir sambil mengacungkan dua jari. Sementara itu Rahmat mulai mengambil kamera digitalnya kemudian bersiap-siap mengambil foto.
“Ok…., smile yah! Ains…., zwai…, drei!” dengan lagak bak fotografer professional, Rahmat memberi aba-aba dalam bahasa Minang, eh, Jerman. Kedua cewek yang berasal dari Austria itu terlihat takjub. Setelah puas mengambil tiga kali take foto, cewek berambut pirang itu menanyai Rahmat,”Excuse me, do you can speak Deutsch?”
Rahmat kelihatan tersapu-sapu…, eh tersipu-sipu,”Hmm, yeah, bitte,”

Si cewek rambut panjang manggut-manggut, sementara si cewek berambut pendek membetulkan letak topi warna pink yang dipakainya. Iseng-iseng Rahmat bertanya,”Where do you come from, Miss?”
“Oh, we come from Austria…, that’s in Europe,” jawab cewek rambut pendek,”I am Alicia and this is my bestfriend, Joice. What’s your name?” tanya cewek yang ternyata bernama Alicia itu seraya mengulurkan tangan.

Rahmat terpana sejenak,“Oh, I am Rahmat,” jawabnya sambil menelungkupkan tangan. Sekilas ia melihat kedua cewek itu tampak bingung ketika Rahmat menolak diajak salaman, tetapi kemudian kelihatannya mereka mengerti.
“Are you from Bali?” tanya Alicia lagi.
“No.., we are from Riau. Anyway, how about trying Kora-Kora?” Rahmat menunjuk ke permainan ayunan raksasa yang dilewatinya tadi. Kedua cewek itu menyanggupi. Sementara itu Ujang kelihatan berkeringat dingin, dalam hati ia bergumam untuk melampiaskan kekesalannya pada Rahmat. Rahmat mengajak spregennya dan tanpa berkomentar apa-apa lagi, keempat sahabatnya menurut saja. Mereka bersama-sama berjalan menuju ayunan jumbo itu, disana tampak penumpangnya yang histeris ketika berada di puncak. Ketika permainan usai, tibalah giliran mereka. Mereka mengambil posisi tempat duduk dideretan paling belakang dan mengenakan sabuk pengaman. Ujang kelihatan makin pucat, Azzam senyam-senyum sendiri karena memang ini yang ditunggu-tunggunya, Jerry terlihat makin santai dan rileks, Reko agak deg-degan sementara Rahmat berdzikir dalam hati, berharap semuanya baik-baik saja. Kemudian ayunan raksasa itu mulai bergerak perlahan tapi pasti, kemudian makin lama makin tinggi hingga sampai di puncaknya. Ujang memejamkan mata dan berharap dirinya masih hidup(ya iyalah!!!), tapi harapan itu mulai memudar ketika posisinya berada di paling tinggi, kemudian ayunan itu menurun dengan sangat kencang, membuat perutnya yang memang sudah keroncongan bertambah keroncongan. Begitu seterusnya sampai akhirnya Ujang tak tahu kejadian apa-apa lagi dan ketika ia membuka mata…
“Jang…, lo baek-baek aja, kan?” tanya Jerry sambil menatapnya prihatin,”permainannya udah selesai kok, Jang,” jelasnya lagi. Ujang yang bengong dari tadi kemudian menyadari dirinya ada di salah satu kursi dekat kantin, kemudian ia melihat Joice menyodorinya air mineral.
“Thank’s..,” Ujang menatap Joice yang berada disampingnya agak lama kemudian melanjutkan,”emangnya gue kenapa?”
“Lo nyaris aja nggak sadarkan diri, Jang. Lo kayak orang lungling!” Reko menjelaskan tapi tiba-tiba diprotes Jerry yang mencolek bahunya,”Linglung,”
“Are you OK? Or wanna vomit?” tanya Joice, meraba dahi Ujang dan mendekatkan wajahnya ke Ujang yang lemas. Hmmm, perlu dicurigai nih!.
“No…, I’m…., I’m okay….,” tolak Ujang halus, namun kemudian Ujang merasa ada yang bergejolak aneh didalam perutnya,”I want to….,”

Kedua cewek bule itu menatap Ujang prihatin, namun sedetik kemudian Ujang mengeluarkan semua isi perutnya.
“Astaghfirullah, Jang…,” seru Rahmat agak panik,”cepetan ambil tisu!” perintahnya yang membuat ketiga cowok lainnya buru-buru melihat ke sekeliling mereka, yah, siapa tau aja ada tisu.
“No problem. I have a handicraft. Just take it for you,” tawar Joice yang kemudian mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan menyodorkannya kepada Ujang yang tak mampu berkata sepatah katapun. “Joice memang baik….,” gumamnya dalam hati.
“Ya udah sekarang kita ke toilet dulu, setelah itu baru makan,”ujar Azzam pada anak buahnya,”Jer, elo tungguin disini yah!” perintahnya lagi, Jerry menyanggupi.
“Gue pengen makan pizza…,”pinta Ujang yang kesadarannya masih lima puluh persen. Keempat sahabatnya memelototi Ujang.
Azzam menggeretakkan giginya,“Ujanggg…., udah teler masih masih berani minta yang macam-macam juga????!!!”

THE END




PROFIL PENULIS

Nama : Cyintia Kumalasari
Tempat/Tgl Lahir : Pekanbaru, 25 November 1991
Universitas Islam Riau
Alumni SMAN 2 Pekanbaru
Facebook : http://www.facebook.com/cyintiaa1

YA HANDPHONE,..YA NASIB,..YA SUDAHLAH
Karya Saikhul Arif

Di tengah terik mentari diselingi dengan hembusan angin sepoi-sepoi disekitar proyek itu, terpancar suasana kekerabatan antar mereka. Mereka saling bekerja dan bercanda dengan begitu akrabnya, karena memang mereka sudah lama juga berkumpul di tempat yang sama. Ya, mereka adalah sekumpulan para pekerja di sebuah proyek bangunan yang terletak tidak jauh dari pusat keramaian kota, namun masih dikelilingi areal persawahan yang asri.

Yang agak mengherankan ketika melihatnya, proyek pembangunan rubrik itu (rubrik; rumah pabrik-maaf istilah yang muncul begitu saja di pikiran penulis-red) yang sedemikian luasnya, hanya dikerjakan oleh tidak lebih dari sepuluh orang pada setiap harinya, mungkin ini juga yang jadi alasan mereka menjadi akrab. Rubrik (sekali lagi rumah pabrik, karena memang di rumah itu sekaligus dipergunakan sebagai pabrik pembuatan roti-red) itu sangatlah mewah dan “mewah”. Mewah yang pertama adalah karena memang dari segi desain tampak seperti itu, sedangkan mewah yang kedua adalah mepet sawah karena begitulah lokasinya.

Seperti biasa saat menikmati jam istirahat para pekerja di rubrik itu melepas lelah bersama-sama diiringi dengan saling ngobrol dan bercanda tawa diantara mereka. Siang itu entah apa sebabnya Joko, salah satu pekerja mendatangi temannya yang bernama David.
”Vid, boleh minta nomer handphone mu?”
”Ya boleh saja, tapi kok tumben, memangnya ada apa?”
”Ya sudahlah, nih catat nomorku, miscall sekalian kalau kamu ada pulsa”

Sejurus kemudian selesailah acara miscall-miscallan itu. Kemudian Joko beranjak masuk ke dapur dan tak lama kemudian dia keluar kembali.
“Vid, kesini sebentar, ada yang perlu kubicarakan empat mata sebab tidak enak nanti jika terdengar teman yang lain” Joko merayu David.

David, yang terkenal pendiam, lugu namun lumayan cerdas karena mungkin terpengaruh oleh hobinya yang suka membaca, akhirnya menuruti rayuan Joko dan mereka berdua segera mencari tempat agak menepi.
“Emm.. ini, teman kita si Julaikah, Jupe...Jupe yang bantu bikin roti itu lho, Dia minta tolong ingin dibelikan handphone” kata Joko.
“Lha terus, kok aku yang jadi sasaran? Apa nggak salah sasaran?” balas David.
“Ya enggaklah, aku kan tahu kamu mesti langganan majalah bab per-handphone-an yang lumayan terkenal itu, Jadi kamu kan mesti mengerti apa dan jenis handphone mana yang baik dan mana yang buruk” lanjut Joko.
“Ya sudahlah… tak usahakan. Tapi nggak janji lho ya, tetap hubungan ya nanti tak sampaikan perkembangannya lewat sms” pungkas David.

Singkat cerita sore sepulang kerja David segera mencoba memulai perburuan. Setelah berkeliling kesana kemari tak dinyana peluang justru datang dari seorang teman masa sekolahnya, sebut saja Acong.
“Ini ada barang bagus asalnya juga dari teman kita,si Lia. Masih baru beli, nggak sampai seminggu dia minta tolong aku untuk menjualkan karena rupanya dia nggak bisa cara pengoperasiannya. Harga bisa diatur, tenang saja nanti kita bagi-bagi untungnya” kata Acong.

Setelah melihat-lihat kondisi barang yang dimaksud, David memutuskan, “Okelah kalau begitu, besok sore aku kesini lagi”.

Tak lupa David mengabarkan via sms kepada Joko “Beres, sasaran sudah didapat tinggal atur strategi”.

Keesokan harinya sepulang dari pekerjaan David segera bersiap kembali ke target operasinya. Seperti biasa, dia meminta bantuan ngojek kepada saudaranya, sebut saja Sitorus.
“Bisa kan ngantarkan aku ke desa sebelah, aku mau ngambil handphone yang mau kujual ke teman kerjaku?” Tanya David.
“Dimana itu?” Sitorus balik bertanya.
“Dekat Puskesmas desa sebelah” jawab David.
“Ooo…di situ ya, sebentar kalau begitu sekalian aku juga mau beli baterai handphoneku yang rusak kan juga satu jalur kalau kesana, sampean tunggu sebentar sambil nge-game kayak biasanya dulu” sahut Sitorus.

Detik demi detik, menit demi menit berlalu, tak terasa sudah hampir satu jam David berada di rumah Sitorus.
“Gimana, sudah ketemu handphonenya?” Tanya David ke Sitorus, yang rupanya dari tadi sibuk mencari-cari handphonenya.
“Waduh belum ketemu, aku lupa naruhnya, lagian handphone itu kondisi off, jadi nggak bisa dicoba misscall” jawab Sitorus.
“Ya sudahlah, aku naik angkot saja lah” kata David pada akhirnya.

Karena sudah menjelang malam ditambah masa-masa menunggu yang membosankan tadi, angkot sulit didapat. David akhirnya sampai di rumah Acong sesaat menjelang isya’.

Sesaat sebelum sampai di rumah Acong, David bertemu Ita, teman sekolahnya juga seangkatan dengan Acong dan Lia.

Sambil menenteng bungkusan tas kresek warna hitam Ita lebih dulu menyapa David “apa kabar, sudah lama nggak bertemu, mau kemana kok tumben kesini?”.
“Ya baik-baik saja kabarnya, ini lho aku mau ke rumah Acong. Ada urusan sedikit sudah janjian dari kemarin. Lha kamu dari mana?” balas David.
“Haha… kebetulan aku juga baru dari rumah Acong. Lagi iseng-iseng saja tadi habis maghrib dari rumah tetangganya, jadi sekalian aja mampir, kebetulan Acongnya juga lagi di rumah, mungkin nunggu kamu kok katanya tadi dia bilang lagi nungguin teman” sahut Ita.
“Eh sudah malam nih, sudah ya kapan-kapan main ke rumahku kalau dari sini tinggal ke seberang jalan sana. Kamu masuk gang yang ada pos kamlingnya, satu-satunya rumah bercat kuning dikompleks situ, tak tunggu lho” lanjut Ita.
“Baiklah…kapan-kapan tak sempatkan” kata David.sambil bergegas melanjutkan langkahnya menuju rumah Acong.
“Lho, Vid katanya mau datang sebelum maghrib, lha kok sekarang baru sampai?” sambut Acong ketika mereka bertemu di teras rumah.
“Hmm… maaf, tadi ada sedikit kesalahan teknis jadinya terlambat, terus gimana handphonenya?” jawab David.

Acong dengan wajah yang kebingungan, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal “Emm.. begini Vid, wah susah ngomongnya”.
“Lho kenapa Cong?, apa harganya mahal, nggak apa-apa kok lha wong nanti juga kujual lagi dan calon pembelinya sudah jelas”.
“Bukan gitu, tapi.... waduh gimana ngomongnya ini” Sahut Acong masih dalam mimik kebingungan.
“Begini, tadi habis maghrib, kok ya tumben teman kita..Ita mampir kesini dan….” Belum selesai Acong berbicara, David menyela, “Haha… ya, aku tahu kok barusan aku juga sempat ngobrol sama dia”
“Hah!!!... waduh, kok malah jadi begini ceritanya” seru Acong kaget.
“Lho ada apa Cong? Ada yang salah denganku? Atau ada apa dengan cinta, eh Ita?” lanjut David.
“Wah… ya sudahlah, daripada aku tambah pusing, tak jelasin ya. Handphone yang kamu pesan kemarin itu…… barusan sudah dibeli oleh Ita” Kata Acong tanpa menatap wajah David.
“Ooooo…..” hanya itu yang bisa diucap oleh David setelah dia tercenung beberapa saat.
“Ya sudahlah, aku pulang dulu” akhirnya David berpamitan.

Sebelum pulang ke rumahnya, David mampir ke rumah Sitorus.
“Gimana, sudah dapat?” Tanya Sitorus.

Tanpa ba-bi-bu lagi David segera menceritakan kejadian yang barusan dialaminya.

Malam harinya David tidak bisa tidur dengan nyenyak karena membayangkan bagaimana caranya agar bisa menjelaskan permasalahan ini. Di lain tempat tak jauh dari rumah David, Sitorus pun tak bisa tidur dengan nyenyak, menyadari kesalahannya yang tidak segera bergegas mengantarkan David hanya gara-gara kecerobohannya meletakkan handphone. Dan sedikit agak jauh dari rumah mereka, Joko menjelang tidurnya membayangkan beberapa lembar puluhan ribu bakal didapatnya dari usahanya bersama David. Sementara di lain tempat, si Julaikah yang sudah terlelap bermimpi asyik berfacebook-an dengan menggunakan handphone barunya.

Apa yang terjadi keesokan harinya antara David, Joko dan Julaikah yang berada di satu tempat kerja?. Tak tahulah, karena seharian Sitorus menuliskan cerita singkatnya seperti yang anda baca ini setelah ia merasa tersindir melihat update status terbaru dari David.
lepet dibongkos godong
kalah cepet malah dibongkos wong

***



PROFIL PENULIS
Nama : Saikhul Arif
TTL : Malang 07-06-1983
Tinggal di : Jl. Bromo VI/35 Sisir Kota Batu
Alamat FB : http://www.facebook.com/saikhul.arif.5?ref=tn_tnmn



MONAPARTE DAN BONALISA
Karya Ann Volta

“ayaaah!” jerit Bonalisa tiba – tiba, mengagetkan seluruh isi rumah (termasuk: kursi,meja,lemari hias,kasur dan benda lainnya yang tengah beristirahat).
Ayah berlari tergopoh – gopoh menuju sumber suara. Ketika melihat sang anak ngesot – ngesot sambil mengeluarkan suara tangisan dan matanya yang basah (karena diberi obat mata agar terkesan dramatis), beliau membenarkan kacamatanya. Bermaksud apakah yang dilihatnya itu nyata atau maya.
“ayah, hu-wa-ha-ha-ha-ha..-hiiks.., akyu toh udah nggax sangghup lagy, yah! Akyu udah cafek, kak Mona qezam, yah! Dia ngancurin remot control mobil-mobilan aku, huhikshuhu. Mendingan akyu loncat dari pahon, hhh, togwe.” keluh Bonalisa lebay.
Ayah yang mendengar pengakuan konyol anaknya, hanya bisa menggeleng – geleng kepala persis seperti disalah satu video klip Project Pop.

Seling 4sekon, kakak kandung dari Bonalisa menghampiri adik dan ayahnya dengan kecepatan 0,2/s. Ia juga melaporkan kasusnya pada Yang Mulia Hakim Ayah. “ayah, lihat! Barbie kesayanganku gundul gara – gara Bona.”
“Bona,Mona..kalian masih aja seperti anak kecil. Masa kamu (Mona), laki-laki kok main Barbie? Kamu juga (Bona), perempuan kok mainnya mobil-mobilan?” omel ayah.
“kami emang masih kecil!” sanggah kedua anak tersebut serempak, “kami dibawah 17tahun!”
Ayah menepuk-nepuk jidat, apaaa lagi motif mereka supaya aku stress lagi ngeliat tingkah mereka,huh!. Beliau menggeram tak jelas sambil meninggalkan Bona dan Mona.
Mona kembali ke kamarnya dengan muka masam, sedangkan Bona masih ngesot-ngesot. Konon, waktu Bona berumur 3tahun, Bona bercita-cita ingin jadi suster ngesot. Katanya, suster ngesot nggak hanya bantuin dokter nyembuhin pasien, tapi juga bantuin tukang pel ngepel rumah sakit (ckckck).
***

“nghnghngh..” Monaparte masih terlelap dalam tidurnya. Mo-na-par-te. Bocah ini berumur 13th. Kelakuannya bertolak belakang dengan adiknya yang berumur 11th. Mungkin pembaca pada aneh ya, kenapa Monaparte suka bermain Barbie dan Bona suka bermain mobil-mobilan? Gini ceritanya…
Once upon a time, jreng jreng jreng jreng… sang kakak sedang membawa gulungan kabel elektronik untuk percobaannya. Bonalisa yang saat itu membawa sebaskom air untuk memandikan barbienya, tersandung kabel yang terbuka bagian karetnya. Tentu saja Bona kestrum, Mona juga ikut-ikutan kestrum saat hendak ke kamar adiknya. Alhasil, 5% pribadi mereka tertukar. Maksudku, Monaparte ngga jadi cucok gitu, hehe! Selera permainan mereka saja yang ketukar. Jelas?
……

Eh, kau bertanya kenapa nama depan mereka juga ketukar? Sini deh, aku jelasin.
Sebenarnya, nama mereka ngga ketukar. Dabun mereka (baca:bunda), terobsesi dengan nama Napoleon Bonaparte dan Monalisa. Cuma, saat akan menamai kedua anaknya, Dabun ketukar 1huruf depannya, M dan B. So, namanya menjadi Monaparte dan Bonalisa.
Oke, kembali ke situasi awal.
Monaparte masih tidur dengan terbalut 2 selimut. Nyenyaaak sekali, bagai pangeran tidur abad 21. Namun, lagi asyik-asyiknya terlelap dalam mimpi, tercium aura jahil adiknya.
“hmmm..hendak apa kamu, Bona?” selidik kakaknya yang matanya masih terpejam, berada diatas kasur .

Bonalisa yang ketahuan hendak menjahili kakaknya itu lari gelagapan kekamarnya. Ugh, sial! Umpatnya dalam hati. Hampir saja aku berhasil menumpahkan larutan sambal, coklat, dan jeruk nipis ke kepalanya!
“hihihi.” Mona cengengesan setelah mengintip adiknya yang sedang kesal. “dasar jahil! Untung saja aku mencium keusilamu, huuu! S’lamet s’lamet!”
Tapi.., tak sesuai harapan awal deh. Walau Mona selamat pada awalnya, sepertinya ngga untuk kali ini.
Saat dia balik badan, benang yang disiapkan Bona untuk rencana B membuatnya tersandung dan menjatuhkan larutan sambal, coklat dan jeruk nipis ke kepalanya. Aljabar, eh, maksudku alhasil seluruh wajah dan badannya belepotan. (wahahaha).
Untuk rencana B yang kusiapkan tadi, sepertinya berhasil, hihihi! batin Bona senang. Berhasil! Berhasil! Berhasil, HORE!
***

Teng.. teng.. teng..
Jam berdentang 3kali, menunjukan pukul 12 siang tepat. Huuu, pasti panas banget ya! Lumayan buat pesta barbeque (yang jadi dagingnya manusia yang berjemur dibawah sinar matahari), hehe. Sama seperti kedua bocah ini. Yang tengah asyik bersantai dihalaman belakang rumah seraya berkipas-kipas.
Glek glek glek glek… srluuup..ahh…

Monaparte menghabiskan segelas es lemon buatan Dabunnya. Kayaknya haus banget, tuh! Sampe-sampe tak tersisa setetespun.
“cih! Aku ngga disisain! Kakak yang kejam dan tidak manusiawi, hewani juga syaitoni!” cibir Bonalisa manyun.
“Dabuuun! Aku mau es yang kayak kak Mona!” peritah seraya berteriak bocah yang diikat 2 ini pada Dabunnya yang ada didapur. “yaaaaa!” jawab Dabun.
Bonalisa kembali berkipas-kipas dan bersenandung kecil, meureunkah urang bakal sasarengan walau terbentang walungan antar kota hooo goodbye. Bae weh rek hakan kerupuk jeung nginum opat botol jamu hooo goodnight.

3jam kemudian…
Oahem! Bona menggeliat dari ketidurannya gara-gara kelamaan nunggu si es teh dua gelas, ups, es lemon dari tadi. “kak, Dabun mana? Esku mana?” tanyanya pada Mona yang tap dance dikeyboard laptopnya. Jawaban: menggeleng tanda ngga tempe (tahunya habis dan belum sempet beli kepasar).
“yah, sudahlah. Aha! (ting! - bola lampu bersinar). Kakak tunggu disini, ke-o?”

Bonalisa berjalan ke gudang, mengambil kock dan raket. Lalu kembali kehalaman. “dudududu..”
“mau ngapain? Main badminton ya? Kok raketnya satu? Main sama setan? Atau pohon itu? Kenapa kamu ngga pake topi? Kan panas lho..” tanya Mona berkubik-kubik. Eh, kan salah! Bertubi-tubi!
“siapa-siapa yang mau main badminton, sok tempe!”
“terus itu raket buat apa?”
“liat aja sendiri.”
Kock ditaruh diatas rumput yang pendek, rumput ini biasa juga disebut rumput jepang, konon rumput ini dibawa dari negeri sakura tersebut (lho? Lho? Kok jadi sejarah?). Kemudian raket diayunkan dan memukul kock layaknya gaya pemain golf. Tuk! Tuiii..ng! Benda terlempar dengan mulus.
Bona menyipitkan mata untuk melihat sampai mana benda yang dilemparnya itu mendarat. Dia melihat dari atas kebawah, semakin kebawah, semakin kebawah.. dan GOL! (hey, ini bukan ajang sepakbola).. dan oh, ternyata kocknya masih berada ditempat semula saudara-saudara. Tapi kenapa? Fakta menyebutkan bahwasanya yang terlempar itu adalah raketnya, wahahaha!

Monaparte yang melihat tingkah laku adiknya, tertawa terbahak-bahak, sampai guling-guling, batuk-batuk, muntah-muntah, diare, panas tinggi.. eh, ngaco!
“Bona.. Bona. Dasar abnormal!” ejek kakaknya.
“enak saja aku abnormal! Aku ini ngga waras, tempe, puas?”
“wahahaha…”
Mona tertawa lagi. Tapi tawanya tak sepuas yang pertama. Diapun kembali berkutat dengan laptop berwarna silver itu.

Beberapa milidetik kemudian, Dabun membawa setangki (baca:segelas) es lemon dari dapur. “nih, es lemonnya.”
“lho Dabun, kenapa baru jadinya sekarang? Perasaan aku mintanya 3jam, 27menit, 5sekon yang lalu.” heran Bona.
“Dabun tadi lupa, malah masak ikan paus asam pedas. Jadi lama, maaf ya Bona. Dan… kamu ngapain Mona?”
“oh, Dabun. Aku lagi cari beasiswa ke jepang. Yah, sebenarnya aku cari pertukaran pelajar yang seumuran denganku.” ungkapnya. “kalau bisa yang jadwal pemberangkatannya bulan ini.”
“ada apa gerangan? Kok kamu berpikiran untuk ke jepang? Kamukan baru 13tahun.”
“Bun, soalnya temanku ada yang ke jerman karena beasiswa online. Katanya sih..”

Dabun menghela nafas, “Mona-Mona, kamu ini aneh-aneh aja, tapi Dabun doakan kamu dapat beasiswanya. Oke! Oh, oh, Dabun jadi lupakan! Aduh, semoga sup isopoda parasitisopodanya ngga gosong..”
“ya ampun, Dabun.. makanan apalagi itu? Tiap hari nama makanannya makin abnormal aja.” gerutu Bonalisa.
“yap! Kayak kamu tuh, abnormal, hahaha..” Mona mengejek dan tertawa lepas lagi.
“huh, kakak jahat! Kakak emang ngga berperikemanusiaan dan berperiketumbuhan! Kyaa!!” Bona menyerang kakaknya dengan gemas dan sedikit kesal.
***

Ting tong! Suara bel berbunyi nyaring.
“aku pulang!” teriak Mona dari pintu. Namun tak ada yang menjawab. Begitu hening.
“eh, pada kemana? Gada orangnya nih.” gumam Mona bingung.

Monaparte mencari keseluruh ruangan, dari ruang kamar, ruang TV sampai bangun ruang. Tetap tak ada orang. Akhirnya, kaki Mona menuntunnya ke dapur dan didapatlah Dabun yang sedang sibuk dengan ritual masak (yang sepertinya sudah turun menurun naik menaik itu).
“Bun? Dabun?” panggilnya. Tapi Dabun masih sibuk berkomat-kamit.
Ya Allah, Dabunku kenapa ya? Masak apalagi dia? batin Mona.
Tak lama dari itu, Bona datang seraya membawa seekor ayam yang ngos-ngosan gara-gara dikejarin sama Bona. Tubuh ayamnya penuh dengan keringat, sedangkan tubuh Bona berlumur air selokan dan lumpur.
“nih Dabun, udah ayamnya.”
“oh ya. Kasih ayamnya ke ayah, nanti biar ayah yang motong ayamnya. Eh, Mon, kapan pulang?” tanya Dabun yang sadar akan kehadiran anaknya.
“o em ji! Bun, daritadi aku disini. Ckckck. Bun, mau masak apalagi sih? Kok ayamnya diuber-uber gitu? Kenapa ngga langsung mesen aja kewarung atau tukang sayur?”
“Dabun mau masak ayam bau keringet. Dabun dapat resep ini dari keraton Aceh, katanya biar lebih gurih rasanya ayamnya harus diuber-uber dulu biar keringetan.” tutur beliau.
Ckckckck.

Sementara Dabun dan Bona sibuk memasak ayam bau keringet, Mona menceritakan kegembiraanya disekolah pada ayahnya. Dia nyerocos panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume balok.
“Yah, aku dapat beasiswa ke jepang! Aku seneng banget! Tadi disekolah ada beberapa orang dari jepang yang mencari anak didik untuk sekolah dijepang selama 1tahun. Kriterianya si anak harus termasuk 3 besar kelasnya dan disaat dites kembali nilainya harus diatas 95. Juga harus fasih berbahasa jepang. Dan aku lulus kriterianya, Yah! Jadi 3hari lagi aku berangkat kejepang, dan semua biaya ditanggung mereka.”
“wah, selamat Mona.. ayah doakan semoga semuanya lancar ya! Memangnya siapa aja yang lulus tes itu?”
“ehmm, aku dengan nilai 97, Sekar nilainya juga 97, Dwi nilainya 99 dan Gabus mendapat nilai sempurna.”
“oh, begitu ya..”
Setelah banyak mengobrol, makanan telah matang dan siap disantap. Sangking semangatnya, Mona sampai memakan piring dan sendok yang ia pakai (memang kelaparan-_-). Tak hanya itu, dia terus berceloteh heboh pada Dabunnya dan adik kesayangannya (hoeek!). Mulutnya belepotan, mirip bayi yang baru belajar makan, haha.
***

Bona memang ngga pernah habis akalnya untuk mengerjai sang kakak. Bahkan waktu itu, dia berniat memasukan bom dan petasan kedalam makanan kakaknya. Ya kalau sudah jadi hobi mau digimanain lagi? Tapi itu adalah hobi yang tak masuk akal menurutku. Mungkin saja menjadi salah satu top grade hobi terunik sedunia-wkwk.
Dan kali ini, dia bakal ngejailin Mona (lagi!yang ke 2897) dengan memasukan cicak kemakanan Mona, menaruh ular-ularan (awalnya mau ular beneran sih, tapi si ular menolaknya gara gara kebanyakan job syuting Awas Ada Ular!-wahaha) ditempat tidur Mona dan menyebarkan ratusan ribu difanteri semut merah ke dinding kamar kakaknya itu (dan lagi lagi ada satu pasukan semut yang minta cuti buat tugas tersebut karena harus jadi bintang video klip di ‘Kisah Kasih diSekolah’ – malu aku malu pada semut merah yang berbaris didinding menatapku curiga seakan penuh tanya sedang apa disana, menunggu pesanan basoku datang).
Dia segera bergerak ketika Mona tengah lengah, bak seorang agen mata mata professional. Srek srek.. bush.. trak..semua jebakannya terpasang dengan cepat dan perfecto.
Sesegera mungkin dia kembali kekamarnya agar tidak ketahuan (tapi percuma, mau dia nyumput atau tidak Mona sudah hafal betul itu pasti ulah adiknya). Namun sayang, jalannya terhenti setelah melihat sebuah tiket di atas meja belajar kakaknya. Bona memperhatikan tiket tersebut secara teliti. Hah? Tiket kejepang?! pekiknya dalam hati.
Duk! Duk! Duk!
Bona kaget mendengar kakaknya itu menaiki tangga ke arah kamarnya. Dia panik. Dengan segenap tenaga yang tersisa, Bona rela relain ngerayap dinding kayak spiderman. Ngga tahulah gimana caranya. Yang penting dia bisa lolos dari sergapan Mona.
Krieek.. Mona membuka pintu kamarnya dan..
Tiga Dua Satu.
“BONALISA!!” jeritnya dalam kamar.
Mission is done!
***

“hey, kamu yang ambil tiketku, Bona?” tanya Mona curiga.
“ya. Kok cepet banget sih pergi nya?”
Bocah laki-laki berambut semi coklat itu menjitak kepala Bona penuh kekesalan, “huh, dasar! Aku nyariin tu tiket dari dapur tikus ratatouil, ke pulau tutup botol sampai sarang spesies Echrotuiphokushivalejtgqzenamqwe yang entahlah kingdom apaan itu ternyata tiketnya sama kamu!!”

Adiknya mengeluh ampun. Meminta belas kasihan dari mavia cilik Mona yang masih saja menguyek-nguyek kepala adiknya. Dia memberikan tiket dengan gemetaran pada kakaknya. Monaparte menyambar tiketnya kasar serta mata yang menyala-nyala memberi tanda awas-kamu-macam-macam-atau-kau-aku-cincang.
“ampun tuan ampun.” pinta Bona. “tapi, kak. Kenapa cepet banget mau perginya? Masa’ lusa sih?”
“yaiyalah, sengaja tau biar aku terbebas dari kesengsaraan yang tiap detik kamu buat. Jebakan inilah itulah..bla..bla..bla..untuk itu aku ambil hari yang cepat dan tuhan mengabulkannya. Kalau tidak segera, aku bisa mati penasaran dan menghantui seluruh penghuni rumah ini gara-gara ulah hobi kamu yang abnormal itu.” bebernya dengan nada masih kesal.
Wajah Bona murung entah kenapa, dia jadi bete tingkat dewa setelah mendengar alasan kakaknya. Lalu berjalan lemas ke kamarnya. Mona juga bingung mikirin alasan kenapa adiknya tiba-tiba berganti facemood. Mungkin raja neptunus akan menghunuskan trisula dan mengutuk adiknya karena banyak berdosa, haha. Lupakan!
***

Hari ini adalah hari terajaiiib sedunia. Biasanya kamar juga semua tempat tujuan Mona sudah tersebar perangkap jahil Bona. Mulai tingkat satu yang masih kecil efek sampingnya sampai tingkat 793 yang resikonya subhanallah sesuatu banget. Sebab mengatakan Bona kali ini ngga melakukan apa-apa (maksudku dia masih bernafas dan semua organnya masih bekerja kok), dia ngga naruh semua alat jahilnya apalagi bersenandung ria penuh kepuasan.
Karena heran, Mona memutuskan untuk bertanya pada adiknya langsung. Tapi jawaban yang terlontar dari Bona adalah.. “selamat hari kebalikan! Jadi aku bukan aku seperti biasanya, yang selalu mengerjai kakak sekarang aku jadi anak yag baik hati tidak sombong dan rajin menabung. Yah, sebenarnya aku terinspirasi dari spongebob. Juga aku kehabisan ide buat ngerjain kakak, hehe.-_-v”
Astaganaga samber gledek!
“jujur aja deh, kamu ada maunya kan? Nggakan mungkin kamu berhenti ngejailin aku apalagi habis ide, bukannya ide ide gila kamu tuh selalu mengalir deras layaknya air terjun Niagara, hah?”

Bonalisa mendengus, “ya ampun elo tu deh lo hello, sumpah hari ini emang gue tuh ngga lagi kepingin buat ngerjain lo kakak tersayang (hoekk!)”
“oke! Aku harap kamu sadar dan tetap seperti hari ini, de.” katanya seraya meninggalkan Bona.
“de?” Bona mengeryit, “baru kali ini kakak memanggilku dengan sebutan ‘de’. Sungguh menarik!”
Mona menuruni tangga menuju dapur untuk menjenguk ibunya yang sedang memasak makanan normal kali ini, sup dengan sambal terasi ditambah beberapa irisan daging goreng. Hmm! Dia duduk dimeja makan, memejamkan mata sesaat dan melakukan hal boring sedunia (mengetuk-ngetukkan jari ke meja).

1 jam kemudian..
Tuk tuk tuk..
“kau kenapa, Mona? Yang mau pergi ke jepang kok malah BT gitu?” goda Dabun yang masih sibuk mengulek solsepatu eh salah sambal maksudnya.
“Bun, ngerasa ada yang aneh ngga hari ini sama Bonalisa?”
“aneh gimana? Lho.. terasi mana ya.. oh ini..”
“ya dia ngga ngejailin aku terus bersikap manis didepan aku. Aneh kan Bun, pasti ada yang dia rencanakan sebelumnya.. hh..” Mona berfikir negative.
“haha..” Dabun tertawa, “ya ampun. Dia tak merencanakan sesuatu kok, sungguh. Kau tempe? Maaf tahunya habis dipakai masak pepes tahu tadi, jadi bukan ‘kau tahu’ malah ‘kau tempe’. Oke. Tadi malam, Bona tidak bisa tidur. Lalu dia bercerita pada Dabun. Dia bilang: kenapa harus lusa kakak perginya? Apa tidak bisa ditunda? Apa karena aku selalu menjadi hal yang aneh dan selalu mengerjainya?. Ya dia berkata seperti itu sama Dabun. Dan 1 hal yang dia katakan pada Dabun, dia bilang: Bun, Bona ngga mau kakak pergi. Apa kamu tak menyadarinya, Mona?”

Mona tertegun. Dia menghela nafas panjang dan menjeduk-jedukan kepala ke meja makan yang terbuat dari kayu jati.
“Mona.. jika kau paham, dia takkan melakukan semua aksi jahilnya tanpa alasan. Pasti ada alasan dibalik semuanya.” ucap Dabun mengelus-elus kepala anak sulungnya.
“…”
“dia terus menjailimu karena.. dia ingin bermain denganmu. Karena setiap kali kalian selalu bertengkar, dia ingin hal itu tak terjadi lagi. Tapi kamu tak pernah mengerti maksudnya. Dia ingin mengajakmu bermain dan sepertinya kamu tak menghiraukannya, Mona. Kamu malah memarahinya. Maka dari itu, dia terus menjailimu.”
“tapi Bun, bagaimana aku mau main dengannya kalo dia terus ngejailin aku?”
Dabun tersenyum, “begitulah cara bermain yang dia inginkan. Dan satu hal lagi, sejahilnya dia terhadapmu.. dia tetap menyayangimu dan tetap menghargaimu sebagai seorang kakak.”
***

Mona berjalan keruang TV dengan berpakaian rapih dan membawa 2 koper sedang. Hari ini Mona akan berangkat ke Jepang. Take offnya sih, jam 2siang nanti. Tapi semangat 45 Mona sudah membara, jam 9pagi ini dia telah bersiap-siap.
“kak? Jadi perginya?” tanya Bona ragu.
“ya jadilah. Sayang dong kalo dilewati.” jawabnya mantap, “emangnya kenapa?”
“oh.. ngga papa.” Bona kembali memakan cemilannya.
“Bon, tolong beliin daun salam ke warung sebelah ya. Dabun mau masak sayur asem pedas pahit manis asin.” perintah Dabun. “ya Dabun.” anaknya menuruti.
Bona berangkat sempoyongan. Rasanya malaaas sekali untuk berjalan, padahal warung itu berada disebelah rumahnya. Dia membeli beberapa daun salam dan kembali berjalan kerumahnya.

Mona berniat untuk menyusul adiknya kewarung. Entah disengaja atau tidak, sebuah motor melaju kencang yang memiliki kecepatan 4000km/jam (motor atau jet tuh??) dengan mulus menabrak Bona setelah mendorong kakaknya agar tidak ketabrak motor tersebut (awal ceritanya sih, kakaknya yang mau ketabrak. Tapi diselamatkan oleh pahlawan bertopeng dari komik shinchan, alias Bona. Jadi Bona yang ketabraknya..). Sialnya, motor itu kabur begitu saja (ada yang aneh ngga pemirsa? Masa ada ya motor melaju kencang terus kabur? Kemana pengemudi nya? Atau jangan-jangan punya nyawa lagi? hi…).
“Booonnaaa..” Mona berteriak. Introducing: gerakan di-slowmotion.
Dia menghampiri dan memeluk erat Bona. Menangis tersedu-sedu sampai air matanya menjadi danau yang sekarang sering dikenal sebagai danau Mona diSumatra Utara. Dengan mimik yang dibuat sok dramatis, Mona berkata sambil terisak “pliz, lo jangan tinggalin gue.. gue ngga bisa hidup tanpa lo..hohoho”. Yang ditangisi membalasnya tak kalah dramatis, “gue tahu, pliz juga relain guee.. gue ngga kuat lagi, hh ngiik.. go-od biye.”. Yang menangis menjerit lagi, “jangan pergii! Tanpa lo gue.. ngga bisa bayar hutang!”. Sangat menyedihkan pemirsa dan.. HELLO! Ini bukan cerpen atau sinetron romance ya. Oke. Kembali ke cerita.

Mona menggotong dan membawa adiknya yang berlumur darah dibantu beberapa tetangga kerumah sakit terdekat. Dan saat dirumah sakit…
“maaf, bu. Bona mengalami pendarahan, tapi stok darah dengan golongan yang sama dengan Bona sedang kosong. Jadi kami berharap ada yang mau mendonorkan darah bergolongan O secepatnya. Apa golongan darah ibu O?” tutur dokter.
Dabun terlihat cemas, “aduh, golongan darah saya A, dok. Suami saya yang O, tapi beliau sedang ada diluar kota. Masa aja sih, darahnya harus ditransfer lewat bank? Kan ribet.”
“darahku golongannya O!” pekik Mona dengan wajah penuh harap.
“baiklah. Ayo kita masuk kedalam, suster tolong ambilkan suntikannya.” perintah dokter.
***

“ughh..” Bona mulai tersadar dari pingsan selama 4jam 27menit 31detik. Dabun juga Mona tersenyum senang.
“hai Bon! Aku lega kamu sudah siuman.” ungkap Mona.
“memangnya aku kenapa?” tanya Bona polos.
“kamu tadi ditabrak motor. Lalu pingsan dan akhirnya dibawa kesini, nak.” jawab Dabun lembut.
Bona ber-oh panjang. Dia melihat kakaknya tersenyum ikhlas padanya, membuatnya heran. Bukan karena senyuman yang diberikan tapi karena kenapa kakaknya masih berdiri ditempatnya. Seharusnya, Mona sudah berada dibandara karena setengah jam lagi dia akan berangkat ke jepang.
“tidak, Bon. Aku akan tetap disini.” ucapnya, “Kalau ayah ada disini pasti aku akan pergi, tapi karena ayah ngga ada, kamu sakit dan cuman Dabun yang menjaga kamu aku tetap disini. Karena jika aku tetap pergi Dabun pasti mencemaskan tiga orang sekaligus, yakan?”
“haha, peduli juga.”
“yalah. Maaf ya de, aku bukan kakak yang baik. Aku sering memarahimu. Aku ngga pernah respon caramu mengajakku bermain. Maaf ya. Dan bahkan alasan aku untuk pergi ke jepang sepertinya menyakitimu.” tiba-tiba kalimat itu keluar dari mulut Mona.

Bona langsung memeluk Mona yang berada disampingnya erat, “aku tahu. Aku sayang kakak.”
“aku juga.” kata Mona membalas pelukan adiknya. “aku punya hadiah untukmu.”
“apa?!”
“ini dia!!” dengan entengnya Mona memberikan anak tikus yang masih berwarna merah pada Bona. Dia tahu kalau adiknya itu takut tikus, apalagi bayi tikus. Haha, kesempatan dalam kesediahan. Oh salah ya, ya sudah lupakan.
***

Nah, dengan ini berakhirlah sudah sepotong jurnal abnormal ini. Yang harus kau tahu, camkan pesan dalam cerita ini dalam dirimu. Jangan hanya tertawa ketika membaca ceritanya (ya aku tak melarangmu untuk tertawa sampai guling-guling atau muntah-muntah ngga jelas). Oke. Akhir kata, sekian dari saya. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau apapun itu. Sampai jumpa disekelebat cerpen berikutnya. Merdeka saudara-saudara!!



PROFIL PENULIS
Nama : Ann Volta
Email : zadanindita@yahoo.com
Add fb : zulvi adanindita


TRAGEDI BOKONG
Cerpen Nada Nur Zahra

Hari ini, adalah hari Jum’at. Seperti biasa, pagi – pagi buta gini, gue masih tidur.
Loh, terus ini yang nulis siapa ?
Oh, iy, gu lupa. Pokoknya mau gue nulis sambil ngelindur kek, atau gue nyewa joki, itu urusan gue. Deal ? Seperti biasa, kalau Jum’at gini, gue gak bisa santai – santai aja. Secara gue adalah Muslim yang baik hati dan tidak sombong serta pandai memasak, gue harus Shalat jum’at.

Sebenernya, komponen – komponen sebelum Shalat Jum’at selain, bersih, wangi dan rapi serta niat. Satu lagi yang gak akan gue lupakan, yaitu... Kolor. Bagaimana tidak, coba bayangin kalo ada orang yag shalat Jum’at tanpa menggunakan kolor. Rasanya seperti ada monyet yang sedang bergelantungan diantara selangka.
Ngomong – ngomong soal kolor, ada satu hal yang gak kalah penting. Pemilihan WMB (warna motif dan bahan). Salah – salah dalam WMB, itu akan berakibat fatal seumur hidup men...
Gue juga punya pengalaman buruk masalah kolor. Entah kenapa, kolor yang sebenernya adalah komponen wajip dalam kehidupan ini, justru selalu menjadi masalah dalam hidup gue. Atau memang pada dasarnya hidup gue sudah di takdirkan bermasalah ?

Hari jum’at saat itu gue jalani dengan normal. Tanpa punya perasaan buruk, sama sekali. Kejadian itu waktu kelas satu SMP. Tapi itu gue jamin, akan teringat selamanya. SE. LA. MA. NYA. JELAS ?
Wktu itu kebiasaan buruk gue adalah gak bisa bangun. Bukan mati, tapi susah bangun (bahkan sampai sekarang, kecuali hari Jum’at). Apalagi hari itu, semalem gue abis begadang ngerjain tugas. Tugas mulia, mirip sama Detektif, detektif mencari... Bencong. Tepat sekali, KAMTIB.

Biasanya, kalau ge lagi semangat, gue bisa nangkep 5 bencong sekaligus, gue biasanya nyari di tempat ramai, kayak Jalan raya, atau kadang – kadang, gue nyari mereka nyampe Got – got komplek. Mungkin orang akan mengira gue pemburu, pemburu tikus. Sumpah ga elite. Kalau semaleman gue ga ketemu sama bencong, bisanya yang gue lakukan adalah ikut mangkal. Kerjaan cadangan...
‘Dika, bangun Dika’. Nyokap heboh, mungkin dia ngira gue mati kali ya. Wajar aja sih, dengan posisi tidur gue yang gak bergerak sama sekali. ‘DIKA !! BANGUN SHALAT JUM’AT’
‘Hmmphh ?’. Gue jawaab sekenanya.
‘BANGUN DIKA ! SHALAT JUM’AT !’
‘ben... tar.. sepuluh menit lagi.’ Gue jawab dengan tingkat kesadaran 50%. Niat nya sepuluh menit lagi.

Satu menit. Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit.
Akhirnya nyokap pake jurus terakhir. Gue di siram pake aer bekas mandi tikus got.
‘BANJIR... BANJIIR’ gue kaget. Gue bangun dalam keadaan basah kuyup. Gue kira banjir yang tiba – tiba menghantam kayak Tsunami. Ya, waktu SMP gue emang bego.
‘udah gak usah mandi, cepetat ke mesjid !’. gue Cuma jawab ‘iya, iya.’ Karna takut telat, gue pun mempercepat langkah. Gue ngambil sesuatu tanpa gue liat. Hampir aja,gue mau make Kolor bokap, padahal niat mau pake Beha nyokap, eh, kolor sendiri. Gue juga ngambil beha nyokap, padahal niatnya mau ngambil peci.

Setelah gue ngerasa semua siap, gue jalan menuju masjid yang gak terlalu jauh dari rumah. Gue keluar dengan Pede nya. Mereka senyum ke arah sarung gue, gue gak mikir macem – macem. Mungkin mereka ngiri, gue punya sarung bagus. Hahaha, *sombong. Gue pun senyumin balik aja.
Tapi, waktu gue masuk mesjid, semua orang ngeliatin gue. Ada yang bengong sambil baca istigfar. Gue pikir wajar, mungkin dia lagi keinget dosa kali. Sampai ada yang ketawa cekikika kayak kesetanan. Paling kesurupan gue gak mikir macem – macem.
Anehnya lagi, barisan alias shaf di belakang gue kosong lompong. Dan mereka masih ketawa, kadang ada yang sampai terbahak – bahak. Gue mulai parno nih, disini. Gue pun menanyakan hal itu ke temen gue, Kribo. Yeah, dia memang selalu menjadi ancaman hidup gue. Dimana ada kribo, disitu ada kesialan. Pait, pait, pait.
‘kenapa sih lo ketawa mulu ?’
‘siapa yang ketawa ?’ dia jawab sambil memasang wajah nahan ketawa. Atau nahan pup ? atau memang wajah aslinya ? entahlah...
‘ya, elu. Sama anak – anak di belakang.’
‘engga kok gapapa. Lo sendiri gapapa bro ?’ dia nanya gue.
‘gapapa. Emang kenapa ?’
‘engga, maksudnya lo gak ada gangguan otak kan ?’
‘hah ? maksud lo gila ? sialan lo’ Kita ketawa terbahak bahak. Sampai akhirnya Bapak – bapak berbadan bakpao melototin kita. Kita diem.Tapi gue masih positive thinking. Gue pun tetap melanjutkan shalat jum’at tanpa hambatan. Mirip jalan tol.

Shalat jum’at pun selesai.
‘Eh, lu pada kenapa sih ?’ Gue bener – bener parno. Gue takut, setelah mereka ketawa kayak kesurupan gitu, mereka bener – bener jadi Homo. Dih, ogah gue, jadi korban mereka. Gak lucu aja, gue masuk Headline news koran, tapi jadi korban Maho.

Mereka ketawa, kayak ngeliat badut ancol. Sialan. Gue buka badut ancol men, gue babi hutan.
‘Se.. serius, pada kenapa dah ?’ gue jadi parno. Sialan.
‘Sarung lu men...’ dia bilang sambil nahan ketawa.
‘sarung ?’ gue liat sarung gue. Bagus – bagus aja.
‘bukan depannya, tapi belakangnya’ mereka ketawa. Gue meriksa sarung bagian belakang. Dan.... gue mendapati sarung sobek. Alias memamerkan bokong yang mirip sama muka Kribo.bokong itu terlihat seperti dua bakpao raksasa di bungkus cangcut bergambar superman. Perfect !

OH TIDAKKKK... rasanya gue pengen lari ke hutan, dan belok kepantai terus naik ojek dan pergi menetap di pulau terpencil. Dan hidup di sana selama – lamanya, menjadi jomblo seumur hidup. (sama aja sih, disini gue juga tetep jomblo seumur hidup). Nasip...

Men, ini lebih memalukan dari pada mencium bokong lutung. Masalahnya, bokong gue ini lebih buruk dari pada bokong lutung sekalipun. Gue gak bisa melakukan apa – apa. Hati gue menjerit APA SALAHKU TUHAN !!. Gue lebih suka di kash hukuman nyium bokong Banci yang abis mandi lumpur. Gue Cuma diem. Dan lari, lari dari kenyataan bahwa mereka melihat bokong nan seksi ini, sambil Shalat jum’at.

Pulang sekolah gue nangis kayak abis di gebokin preman sekampung. Nyokap yang ngeliat gue, dia diem aja sambil senyum – senyum. Mungkin dia berfikir “Akhirnya, sisi Feminim anaku muncul juga... nak, sebenarnya kamu adalah perempuan”, terus gue di sunat ulang. Dan nyokap bilang ‘habiskan saja dok, anak saya adalah perempuan’. Mati lah gue. Tapi, setelah itu, dia keliatan heran, akhirnya nanya. ‘Kamu kenapa Dika ?’
Gue ngeliat nyokap dengan sinis. Memandang ke arah nyokap tajam. Setajam Silet. Loh ?

Gue yang emosi, langsung marah – marah ‘MAMA, INI KENAPA SARUNG AKU BOLONG !!’ gue nangis lagi,
‘Hah ? bolong kok bisa ?’ nyokap ikutan kaget. Nah disini gue bingung, kok nyokap kaget ? harusnya kan dia tau kalau sarung ini bolong. ‘INI NIH !!’. gue menunjukan bokong nan seksi, yang lebih buruk dari bokong lutung, dan lebih bau dari selangka banci ini kepada nyokap.
‘Ye... itu salah sendiri, kenapa pake sarung yang ini !’
‘kan tadi buru – buru ma, jadi asal ngambil...’
‘Inikan sarung yang gosong waktu mama setrika...’ nyokap diem. Terus ketawa ngakak.

Gue manyun. Gue gak bisa ngebayangin, gimana besok ? gue bakalan di ledekin abis – abisan. Belum lagi, kalau foto gue waktu pake sarung bolong di pasang di MATING (Majalah Sinting). Dengan bertuliskan “SHALAT JUM’AT BERSAMA ‘BOKONG LUTUNG’”. Tamatlah riwayatku ini....
Malemnya, nyokap nelfon bokap yag lagi dinas di luar. Nyokap menceritakan cerita hari ini. Dalam hati : Mampus, mati. Mati. Kalau bokap tau, gue bakalan di coreng dari daftar keluarga ga ya ? ntar gue iup dimana kalo ampe gue diusir ? mati, mati.
‘Dika, sini, Papa mau ngomong.’ Nyokap manggil sambil nahan ketawa. Pasti ngetawain gue.
‘hallo Dika !! sedang apa kau ?’ tanya bokap dengan semangat. Pasti semangat abis ngetawain gue.
‘ada apa pa ?’ gue lemes.
‘bagaimana hari ini ? hah ? HAHAHAHAHA’
‘kenapa sih pa ?’ gue pura – pura amnesia.
‘BAGAIMANA KATA TEMAN – TEMAN MU TENTANG BOKONG SEKSI MU ITU ? HAHAHAHAHAHAHAHA’
‘...’ hening, bokap masih ketawa.

Gue melotot ke arah nyokap. Nyokap pura – pura amnesia. Sial, nyokap bener – bener cerita masalah ini ke bokap. Untung gue Cuma di ketawain, gak bener – bener di coret dari daftar keluarga dan diusir. Alhamdulillah... sesuatu banget...
‘Hei, hei Dika, beri telfon ini ke mamamu lagi.’ Kata bokap. ‘oh iya, nanti papa belikan kau sarung yang buanyak disini ya ? HAHAHAHA’ ketawanya meledak kayak bom pantat. Kentut !
‘nih ma’. Gue ngasih telfon ke nyokap. Pasti deh, mereka mau tertawa bersama diatas penderitaan gue. Pasti.

Besoknya, gue mogok sekolah. Gue bener –bener harus meulihkan mental gue. Gue juga harus mempersiapkan diri buat besok, pasti gue bakalan diledekin abis – abisan.
Tamat.
Loh besok gimana ceritanya ?
Besok ? bisa dibayangin, gue dikata – katain habis – habisan. Karna gue kesel dikata – katain mulu, gue ngadu sama nyokap. Besoknya nyokap dateng ke rumah dan marahin si Kribo. Sang provokator. Tapi bukanya gue bebas dari kata – kata itu, yang ada gue di jauhin gara – gara dibilang aak mami karna ngadu sama nyokap. Nasip gue emang buruk. Seburuk rupa lo, seburuk nasip lo, dan seburuk... pantat gue.

Semenjak kejadian itu, gue sangat selektif memilih baju. Gue khawatir. Jangan – jangan setelah bokong, bisa aja dada gue yang mirip (jempol kaki) ade ray keliatan. Atau yang lebih parah setelah bokong, giliran bagian depan yang keliatan. Gawat.
Sudahlah. Mungkin ini salah satu alasan kenapa gue jadi jomblo seumur hidup.

-____-
Mungkin.





PROFIL PENULIS
Nada Nur Zahra adalah sesosok makhluk mirip manusia yang gak sengaja jatoh ke bumi dan dilahirkan didunia tepat 10 November 1998, beruntung sosok mirip manusia ini dirawat dan dibesarkan oleh keluarga yang baik, (dalem hati : untung gw gak di buang ke sungai cikolawing)